
Lamongan, harianjatim.net – – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lamongan mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk mengaktifkan penjagaan penuh selama 24 jam di seluruh perlintasan sebidang kereta api. Langkah ini dinilai krusial untuk mencegah kecelakaan yang terus berulang dan menelan korban jiwa.
Ketua Komisi C DPRD Lamongan, Mahfud Shodiq, menyoroti fakta bahwa sebagian besar perlintasan kereta api di Lamongan hanya dijaga pada jam-jam tertentu dan dibiarkan tanpa pengawasan saat malam hari, meskipun sudah dilengkapi palang pintu otomatis. “Perlintasan seperti di Deket Wetan memang ada palang pintu, tapi tidak dijaga 24 jam. Dalam sebulan terakhir terjadi beberapa kecelakaan yang menelan korban jiwa. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Mahfud di Lamongan, Jawa Timur, Selasa (1/7/2025).
Salah satu insiden tragis yang baru-baru ini terjadi adalah pada Minggu (29/6) pukul 22.58 WIB di Jalur Perlintasan Langsung (JPL) No. 329 KM 191+2/3 antara Stasiun Duduk dan Stasiun Lamongan, beberapa menit setelah jam penjagaan berakhir. Manajer Humas PT KAI Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya, Luqman Arif, mengonfirmasi bahwa insiden tersebut melibatkan sepeda motor yang menerobos lintasan dan tertemper KA Kertajaya relasi Jakarta–Surabaya. “Perlintasan itu dijaga hingga pukul 22.00 WIB. Setelah kejadian, kereta sempat berhenti luar biasa dan kembali berjalan setelah dinyatakan aman,” jelas Luqman.
PT KAI mencatat bahwa sepanjang Januari hingga Juni 2025, telah terjadi 14 kecelakaan antara kereta api dan kendaraan bermotor di wilayah Daop 8 Surabaya, dengan sebagian besar insiden terjadi di perlintasan tanpa penjagaan.
Di Lamongan sendiri, terdapat 11 titik JPL aktif yang dilengkapi pos penjaga dan palang pintu, yaitu di Desa Sawoh, Plaosan, Moropelang, Karangtinggil, Karanglangit, Plosowayu, Kaliotik, Deket Wetan, Waru Kulon, Pucuk, dan Surabayan. Sementara itu, dua titik lainnya, yakni di Datinawong dan Keset, belum beroperasi.
Moch. Anshori, seorang petugas Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska), membenarkan bahwa sebagian besar kecelakaan memang terjadi saat tidak ada penjagaan di perlintasan, terutama pada malam hari. Ia mencatat tiga insiden kecelakaan dalam satu bulan terakhir, masing-masing di Karanglangit, sekitar Universitas Islam Darul ‘Ulum (Unisda), dan Deket Wetan. “Kereta yang melintas di jalur Lamongan kecepatannya rata-rata 120 kilometer per jam. Jika tidak ada petugas jaga atau palang tertutup otomatis, sangat rawan,” kata Anshori.
Anshori berharap ada sinergi yang lebih kuat antara Pemkab Lamongan, Dinas Perhubungan (Dishub), dan pihak desa untuk melibatkan relawan sebagai solusi jangka pendek dalam mengurangi risiko kecelakaan di perlintasan kereta api.( wa/ar)